Ahadin menjelaskan bahwa sebelumnya, pimpinan Yayasan Laduna Ilma Nurul Iman ini telah mengantongi Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan pada 2016.
Namun, Ahadin menegaskan bahwa penerbitan SKT bukan berarti lahan tersebut langsung menjadi hak milik.
Ia mengungkapkan, proses penerbitan sertifikat dilakukan melalui program Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) oleh Kantor Badan Pertanahan Bolmong.
“Lahan itu diketahui milik pemerintah, tetapi sertifikat tetap diterbitkan. Proses ini perlu dikaji ulang,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, Sukron Mamonto belum memberikan tanggapan terkait isu ini. Pertanyaan tentang bagaimana sertifikat atas tanah HGU dapat diterbitkan tanpa pelepasan resmi tetap menjadi tanda tanya besar.
Polemik ini membuka diskusi penting tentang tata kelola aset negara dan transparansi dalam pembangunan fasilitas publik.***