HIKAYAT SEBUAH SUNGAI
jarum jam berdetak sebagaimana kau mendaras
setiap abjad terseok bersama getir
di sisa getar beduk subuh, dan
lampu teras belum terlambat kau matikan
denyut sungaiku tiba-tiba dicengkram
sengau toa pengumuman
entah apa didirikan dari tiang-tiang ego
ambisi siapa tegak melampaui menara azan
padahal secuil sedekah diam-diam
lebih purnama dari bakti yang diumbar
apakah deras airnya atau cekung tanahnya
bagaimana kalau keduanya dipisahkan
yang manakah yang kau sebut sungai ?
tekadmu menafsir apa-apa yang mengalir
di belakang rumahmu
adalah upaya membuat cermin
agar bisa kau cecap denting demi denting kesunyian
dari seberang jendela kamarmu
wajah pagi masih samar deru jalanan mulai terjaga
desir daun bambu dan gemericik hujan
tertinggal di beranda
kau bertanya andai separuh kehidupan
dapat dititipkan sebagai cadangan
mungkin bisa kau temukan
pandora menyimpan segala kebenaran
bahwa malam juga punya pelangi
sebab itu ingin ku ajak kau kembali
pada hikayat sungaiku
di sana tercatat semua kisah
tentang kehampaan agar jangan dipenjara kepasrahan
tentang keterpinggiran agar jangan mau jadi pecundang
tentang kemenangan agar jangan umbar kesombongan
tentang kekalahan agar jangan lupa perjuangan
tentang segala asa, rasa, dan masa
kembalilah pada hikayat sungaiku
Jamal Rahman Iroth, 2016

***


