Makanya, jika terbukti, sudah sepantasnya Ris menghadapi ancaman hukuman lima tahun penjara berdasarkan Pasal 374 KUHP tentang penggelapan.
Pihak Dinas PMD dan desa, terutama kepala dinas dan sangadi, mendadak tremor. Dana Bimtek hilang dengan cara tak lazim. Mereka juga harus ikut bertanggung jawab.
Mereka sekarang harus merapatkan barisan untuk mencari solusi. Agenda Bimtek yang seharusnya berjalan lancar kini jadi drama komedi yang berakhir tragis.
Ingat, Polres, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri jarak tempuhnya takkan habis segelas Kopi Jarod diseruput. Alur kasus bisa berkembang. Penyidik yang kini lebih cakap dari penulis skenario drama tahu persis tak ada yang main solo dalam adegan korupsi.
Sebelum ke tahap itu, kita mestinya paham, skandal ini adalah potret buram kualitas pengelolaan keuangan desa-desa kita.
Menyerahkan dana sebesar ‘Setengah M’ ke tangan satu orang tanpa pengawasan ketat? Itu sama seperti menyerahkan sepotong ikan ke kucing lapar.
Butuh reformasi menyeluruh dan sistem kontrol yang ketat agar tidak ada lagi Ris-Ris lain yang bisa bermain sulap dengan uang rakyat.
Kasus Ris ini adalah pelajaran pahit tapi perlu bagi kita semua. Penggelapan dana bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja.
Kita butuh pengawasan ketat, sistem kontrol yang lebih baik, dan yang paling penting, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa.
Ris mungkin berhasil jadi bintang di drama ini. Menunggu jika ada figuran lain yang membantu. Dan, semoga tidak ada lagi sekuel yang serupa di masa yang akan datang.
Mari kita kawal bersama, agar dana desa benar-benar digunakan untuk desa, bukan untuk mengisi kantong pribadi. Jangan sampai Ris hanya menjadi contoh dari banyak ‘Ris’ lain yang berkeliaran bebas.***








