RADAR TOTABUAN (5/2) – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menunjuk Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menggantikan Mahfud Md yang mengundurkan diri.
Tito memang bukan sembarang orang. Perjalanan karier Tito dari bawah begitu cemerlang hinga memuncak sebagai Menteri Dalam negeri di kabinet Presiden Joko Widodo.
Berikut sekilas tentang Tito. Sosok kelahiran Palembang, 26 Oktober 1964 ini adalah anak dari pasangan Muhammad Saleh dan Supriatini.
Ayahnya pernah menjadi wartawan Radio Republik Indonesia (RRI). Tito adalah anak kedua dari enam bersaudara. Ia menikah dengan Tri Suswati dan dikaruniai tiga orang anak.
Masa kecil Tito, ia habiskan di kota kelahirannya. Ia menempuh pendidikan di SD Xaverius 4, SMP Xaverius 2, dan SMA Negeri 2 Palembang.
Usai lulus SMA, Tito dihadapkan banyak pilihan untuk meneruskan pendidikannya. Ia diminta menjadi dokter oleh ayahnya agar bisa membantu masyarakat.
Saat itu, Tito mendaftar di dua perguruan tinggi negeri. Ia dinyatakan lulus di kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang, dan Sekolah Tinggi Akuntansi Nasional (STAN) Jakarta.
Ternyata, Tito memiliki pilihan sendiri. Ia maklumi keingingan ayahnya untuk menjadi dokter sebagai profesi mulia, namun ia juga berpikir bahwa kuliah di kedoketran banyak biaya yang harus dikeluarkan.
Tidak mau merepotkan orang tua, Tito memilih Akademisi Polisi (Akpol) di Magelang. Ia ingin menjadi seorang polisi. Di sini sekolahnya gratis dan dibiayai pemerintah.
Ia lulus pada tahun 1987, kala berusia 23 tahun. Ia menerima bintang Adhi Makayasa sebagai lulusan Akpol terbaik. Setelah lulus, ia langsung ditugaskan di Polres Jakarta Pusat. Tugas teritorial pertama yang dibebani sebagai Kanit Jatanras Reserse Polres Metro Jakarta Pusat.
Ia banyak bertugas di reserse. Kariernya terus mengalir mulai di Polsek, Polres, Polda, hingga di Polri. Dari reserse, sespri Polri, anti teror, hingga asrena Polri.
Namanya mulai dikenal saat ia berhasil menangkap Tomy Soeharto, dalang pembunuhan Hakim Agung Safiudin, pada tahun 2001. Ia ditugaskan sebagai ketua Tim Kobra bentukan Reskrim Polda Metro Jaya. Ia pun diganjar kenaikan pangkat dari Mayor ke Ajun Komisaris Besar (AKBP).
Kariernya terus berlanjut, ia ditugaskan di detasemen 88 Anti Teror Polda Metro Jaya pada tahun 2004. Dengan pangkat Ajun Komisaris Besar (AKBP), ia memimpin tim dengan 75 personil.
Tito berhasil membongkar dan menangkap teroris di Indonesia. Tim ini dapat melumpuhkan teroris Azahari Husin dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur, 9 November 2005.