[ Oleh: Asram Abdjul ]
INFLUENCER merupakan bahan tidak asing lagi ditelingakita, kadang kata ini diplesetkan sebagai “virus” ataupenyakit flu yang dapat mematikan kepada kelompok resikotinggi atau yang memiliki system kekebalan tubuh yang lemah karena virus ini menyerang paru-paru.
Padahal“Influencer “ yang saya maksud yakni individu denganpengikut signifikan di media sosial yang dibayar oleh suatubrand atau produk untuk mempromosikan produk merekakepada pengikutnya, melalui produk dan perjalanan gratisdan/atau pembayaran tunai per promosi. Tujuannya adalahuntuk membujuk para pengikut untuk membeli produksemacam itu.
Media sosial sangat popular pilihan untuk para influencer adalah Instagram, Facebook, Snapchat danYouTube. Influencer dapat dikatakan pula adalah seorangaktivis, yang terhubung dengan baik, berdampak, aktifpikiran, dan merupakan trendsetter bagi para pengikutnya.
Influencer media sosial didefinisikan sebagai individu yang dianggap sebagai Pemimpin Opini di platform media sosialdalam topik minat tertentu; Kecantikan, Makanan, Gaya Hidup, Fashion (Bruns, 2018)
Influencer memiliki kekuatan untuk mempengaruhipembelian keputusan orang lain karena otoritas, pengetahuan, posisi atau hubungan mereka dengan audiens mereka.
Sebuahcatatan penting, bahwa orang-orang ini bukanlah alatpemasaran yang sederhana, tetapi lebih merupakan asethubungan sosial dimana mereka dapat berkolaborasi untukmencapai tujuan pemasaran (Kadekova & Holiencinova, 2018).
Kalau di plesetkan sebagai virus bisa jadi iya, tapivirus yang tidak mematikan secara jasad karena “Influencer“mempunyai magnet yang tinggi untuk mempengaruhi system “pertahanan kekebalan kita” untuk merubah haluan yang tidak suka menjadi suka, dari objek satu ke-objek yang lain dan atau juga sebaliknya.
Bagaimana cara ini bisa terjadi? Tentu melalui teknologi, Menurut Pacey (2005) dalambukunya The Culture of Technology menuturkan bahwapengertian teknologi secara umum dipengaruhi oleh 3 macamaspek besar yang memiliki unsur-unsur tersendiri, aspekbesar tersebut adalah Aspek Kebudayaan, Aspek Organisasi, dan Aspek Teknis dimana satu sama lainnya saling berkaitan.
Dalam Aspek Kebudayaan, teknologi meliputi tujuan, nilaidan kode etik, kepercayaan, kesadaran dan kreativitassehingga sehingga teknologi dapat mengembangkankebudayaan. Aspek yang kedua adalah organisasi, aspek inisendiri meliputi aktivitas ekonomi dan industri, aktivitasprofessional, konsumen dan serikat buruh dan dapatdipengaruhi oleh sisi kerjasama politik dan kehidupan sosialmasyarakat.
Dan yang paling mendasar dari semua itu yakniaspek teknis yang meliputi pengetahuan, kemampuan danteknik (alat, mesin, bahan kimia, sumber, produk dan juga limbah). Inilah yang mungkin menurut saya para “Influencer“mampu melakoni eksistensinya sehingga kemampuanmempengaruhi dan dapat dilakukan dengan tepatsebagaimana konsepnya itu sendiri.
Kaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah secara serentakdi tahun 2024 ini, tentu masih menurut saya sangat eratdengan bagian dari kerja-kerja “Influencer“, karena tahapanPilkada baru saja dimulai dengan launching tahapannya olehpenyelenggara teknis yakni KPU, seakan-akan telahmengisyaratkan genderang perang telah ditabuh oleh masing-masing figure yang berkeinginan berkompetisi perhelatantersebut sehingga “mereka” mem-framing dalam media sosialbahwa si A lebih baik dari si B dengan saling hujat di media sosial.
Padahal dengan dimulai tahapan Pilkada adalahtujuannya untuk menjadikan Pemilihan Kepala Daerah menjadi pemilihan yang demokrasi bersih, adil danberkualitas serta aman yang menjadi tujuan utama olehPenyelenggara.
Apakah “mereka” yang saling hujat di media sosial adalah para “Influencer“? Oddie Randa, seorang Chief Operations Officer Gushcloud Marketing Group, Mengatakan bahwa Influencer terbagi menjadi tiga kategoriberdasarkan jumlah pengikutnya di Media Sosial yakni NanoInfluencer yang jumlah pengikutnya dibawah 10.000, selanjutnya Micro Influencer pengikutnya 10.000 hingga 100.000 dan Macro Influencer yang pengikutnya lebih dari 100.000. sehingga dapat saya sampaikan bahwa “mereka” yang hobi saling hujat dan menjatuhkan dalam dunia media sosial adalah Influencer bukan Influenza, karena akunmereka mempunyai pengikut dibawah 10.000.
Hanya perlu saja kesadaran diri dalam bermedia sosial, harus ada pertanyaan kelak mereka akan seperti apanantinya? Kelak kalau jagoannya nanti jadi calon danmenang dalam perhelatan pemilihan kepala daerah merekabisa apa, selain “makangpuji” yang didapat? Bukankahmenjadi Influencer harus mendapatkan simpati dan empatinanti.
Bagaimana caranya mendapatkan itu sehingga akanberpengaruh positif terhadap diri sendiri selaku Influencer. Kalaupun punya kedekatan dengan figur tertentu yang nantiakan menjadi calon, entah itu karena kedekatan dengan figurtersebut merupakan factor family, karena sudah bertemanmelebihi saudara dan atau bual-bual lainnya, tentunya nilaipositifnya juga untuk figur dimaksud sehingga elektabilitassang jagoan akan terus meroket.
Nah nilai-nilai kedekatanterhadap figur tersebut harus di manfaatkan dengan baiksecara positif, misalnya dalam tahapan sekarang memasukipemutkahiran data pemilih, sudahkan disampaikan kepadafigure bahwa seharusnya juga figure tersebut mengawal hakpilih dengan cara melihat di masing-masing kelurahan/desayang mungkin belum terdaftar sebagai pemilih untuk dapatdilaporkan kepada lembaga pengawas pemilu yakni Bawasludan nanti melalui Bawaslu disampaikan kepada KPU.
Nilai yang di dapatkan bahwa figure dimaksud peduli hak pemilih, sedangkan hak pemilih saja di kawal apalagi kesehajteraanrakyat (misalnya begitu).
Atau misalnya Influencer yang punya kedekatan dengan ketua-ketua partai yang sebentarnanti akan mengusung figur-figur, nah tugas Influencerdimaksud menyampaikan pertimbangan kepada ketua partai bahwa mungkin ada figur incumbent yang telah melakukanpergantian jabatan dalam kepemerintahan tanpa persetujuanmenteri dalam negeri kurun waktu 6 bulan sebelumpenetapan calon sebagaimana merujuk pada pasal 71 ayat 2 UU nomor 10 Tahun 2016 yang nanti akan beresikodianulirnya calon dimaksud oleh bawaslu pada sidangsengketa (kalau terbukti) dan yang rugi adalah partai itusendiri setelah dikeluarkannya BA atau SK penetepan calonoleh KPU setempat, karena syarat untuk bersengketa di Bawaslu adalah berita acara atau surat keputusan KPU.
Belum lagi pada tahapan kampanye sampai pada haripemungutan dan penghitungan suara nanti, yang mungkinmateri-materi black campaign dan money politik bisa terjadiyang resikonya adalah berujung pada tindak pidanapemilihan.
Maka diperlukan Influencer untuk berada gardaterdepan menyampaikan atau mengingatkan kepada figure atau ketua partai untuk tetap konsisten berjalan pada reldemokrasi yang bersih, adil dan berkualitas serta aman. Influencer akan memframing materi-materi yang menarikuntuk disuguhkan kepada pengikutnya dalam media sosialdan akan membawa pengaruh positif kepada figure itu sendiriatas keberpihakan Influencer.
Kan enak kalau Influenceryang punya “kedekatan” dengan figur atau ketua partaimampu memberikan sumbangsih pemikiran-pemikiranpositif.
Yang perlu di ingatkan bahwa Influencer yang positifpasti bukan hanya akan berdampak postif terhadap dirinya, apalagi Influencer yang punya kedekatan dengan figure atauketua partai, pengaruhnya sudah pasti terhadap apa yang melekat kepada Influencer politik itu sendiri dan bonusnyasorga(mungkin) kelak nanti, karena semasa hidup telahberbuat hal positif.
Soal siapa yang menjadi calon dan siapayang tepilih dalam pemilihan kepala daerah nanti itu urusantakdir tuhan, tetapi sebelum itu terjadi doa bisa merubahsegalanya untuk berpindah dari takdir yang satu ke takdirlainnya.*