Bagaikan gayung bersambut, DPC Kotamobagu pun tak mau kalah cepat. Hanya dua hari kemudian, mereka menggelar rapat yang menghasilkan keputusan definitif, Meiddy Makalalag tetap menjadi calon tunggal.
Royke Kasenda, Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kotamobagu, dengan nada yang bisa membuat siapapun teringat pada pidato heroik di film, menegaskan bahwa mereka tidak akan mengubah keputusan. “Tidak ada perubahan,” katanya, seolah-olah dia sedang membacakan naskah pidato kemenangan. “Kami tetap hanya satu calon wali kota diusulkan ke DPD dan DPP yaitu Meiddy Makalalag,” tambahnya dengan penuh semangat.
Dan layaknya drama klasik, kita pun dihadapkan pada cliffhanger (situasi yang menggantung) selanjutnya, siapa yang akan menjadi wakil wali kota? Dua nama muncul di layar, Abdul Haris Mongilong atau calon yang disodorkan oleh DPP PDI Perjuangan.
Ini seperti menonton kontes bakat, di mana juri masih menimbang-nimbang siapa yang layak masuk final. Adrianus Mokoginta, Bendahara DPC, mempertegas bahwa mereka menginginkan Abdul Haris Mongilong sebagai wakil, tapi tetap membuka pintu bagi DPP untuk memberikan kejutan.
Meiddy Makalalag, sang protagonis, dengan tenang menyatakan bahwa semua proses berjalan sesuai aturan partai. Ia menyampaikan hal ini dengan keyakinan bak kapten kapal yang meyakinkan awaknya bahwa semua akan selamat dari badai. PDI Perjuangan, katanya, adalah partai dengan tradisi dan aturan yang kuat, dan semua harus menghormatinya.
Jadi, di tengah segala drama dan spekulasi, satu hal menjadi jelas, PDI Perjuangan Kotamobagu telah memilih jagoan mereka. Meiddy Makalalag siap memimpin perjuangan partai dalam Pilwako 2024. Seperti kata pepatah, ‘Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’, dan PDI Perjuangan jelas memilih untuk bersatu, bahkan jika itu berarti menonton drama politik yang lebih seru daripada sinetron sore hari.
Siap-siaplah, Kotamobagu, karena tampaknya pertarungan politik 2024 ini akan lebih panas dari cabai rawit!